Jumat, 03 Maret 2017

AQIDAH AHLUSSUNNAH WAL JAMAA'AH

AQIDAH AHLUSSUNNAH WAL JAMAA'AH
AGAMA ISLAM ADALAH AGAMA YANG BENAR DAN AGAMA SELURUH NABI
Agama adalah seperangkat aturan yang apa bila diikuti seutuhnya akan memberikan jaminan keselamatan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Agama yang benar pada prinsipnya adalah wadl’i Ilahiyy, artinya aturan-aturan yang telah dibuat oleh Allah, karena sesungguhnya hanya Allah saja yang berhak disembah, dan Dialah pemilik kehidupan dunia dan akhirat.
Dengan demikian hanya Allah pula yang benar-benar mengetahui segala perkara yang membawa kemaslahatan kehidupan di dunia, dan hanya Dia yang menetapkan perkara-perkara yang dapat menyelamatkan seorang hamba di akhirat kelak. Karena itu, di antara hikmah diutusnya para nabi dan rasul adalah untuk menyampaikan wahyu dari Allah kepada para hamba-Nya tentang perkara-perkara yang dapat menyelamatkan para hamba itu sendiri.
Seorang muslim meyakini sepenuhnya bahwa satu-satunya agama yang benar adalah hanya agama Islam. Karena itu ia memilih untuk memeluk agama tersebut, dan tidak memeluk agama lainnya. Allah mengutus para nabi dan para rasul untuk membawa Islam dan menyebarkannya, serta memerangi, menghapuskan serta memberantas kekufuran dan syirik.
Salah satu gelar Rasulullah adalah al-Mahi. Ketika beliau ditanya maknanya beliau menjawab:
وَأنَا الْمَاحِيْ الّذِيْ يَمْحُو اللهُ بِيَ الْكُفْرَ (روَاه البُخَاري ومُسْلم وَالترمذيّ وغيرُه)
”Aku adalah al-Mahi, yang dengan mengutusku Allah menghapuskan kekufuran”. (HR. al-Bukhari, Muslim, dan at-Tirmidzi).
Sebagian orang ada yang beriman, dan mereka adalah orang-orang yang berbahagia. Sebagian lainnya tidak beriman, dan mereka adalah orang-orang yang celaka dan akan masuk neraka serta kekal di dalamnya tanpa penghabisan.
Allah menurunkan agama Islam untuk diikuti. Seandainya manusia bebas untuk berbuat kufur dan syirik, bebas untuk berkeyakinan apapun sesuai apa yang ia kehendaki, maka Allah tidak akan mengutus para nabi dan para rasul, serta tidak akan menurunkan kitab-kitab-Nya.
Adapun maksud dari firman Allah:
فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ (الكهف: 29)
Yang secara zhahir bermakna “Barang siapa berkehandak maka berimanlah ia, dan barang siapa berkehandak maka kafirlah ia”, QS. Al-Kahfi: 29. Bukan untuk tujuan memberi kebebasan untuk memilih (at-takhyir) antara kufur dan iman. Tapi tujuan dari ayat ini adalah untuk ancaman (at-tahdid). Karena itu lanjutan dari ayat tersebut adalah bermakna “Dan Kami menyediakan neraka bagi orang-orang kafir”.
Demikian pula yang maksud dengan firman Allah:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ (البقرة: 256)
Yang secara zhahir bermakna bahwa dalam beragama tidak ada paksaan. Ayat ini bukan dalam pengertian larangan memeksa orang kafir untuk masuk Islam. Sebaliknya, seorang yang kafir sedapat mungkin kita ajak ia untuk masuk dalam agama Islam, karena hanya dengan demikian ia menjadi selamat di akhirat kelak.
Adapun ayat di atas menurut salah satu penafsirannya sudah dihapus (mansukhah) oleh ayat as-saif. Yaitu ayat yang berisi perintah untuk memerangi orang-orang kafir. Sementara menurut penafsiran lainnya bahwa ayat di atas hanya berlaku bagi kafir dzimmyy saja.
Bahwa manusia terbagi kepada dua golongan, sebagian ada yang mukmin dan sebagian lainnya ada yang kafir, adalah dengan kehendak Allah. Artinya, bahwa Allah telah berkehandak untuk memenuhi neraka dengan mereka yang kafir, baik dari kalangan jin maupun manusia. Namun demikian Allah tidak memerintahkan kepada kekufuran, dan Allah tidak meridlai kekufuran tersebut.
Karena itu dalam agama Allah tidak tidak ada istilah pluralisme beragama sebagai suatu ajaran dan ajakan. Demikian pula tidak ada istilah sinkretisme; atau faham yang menggabungkan “kebenaran” yang terdapat dalam beberapa agama atau semua agama yang lalu menurutnya diformulasikan. Seorang yang berkeyakinan bahwa ada agama yang hak selain agama Islam maka orang ini bukan seorang muslim, dan dia tidak mengetahui secara benar akan hakekat Islam.
Allah berfirman:
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (الكافرون: 6)
Makna zhahir ayat ini “Bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku”, QS. Al-Kafirun: 6.
Maksud ayat ini sama sekali bukan untuk pembenaran atau pengakuan terhadap keabsahan agama lain. Tapi untuk menegaskan bahwa Islam bertentangan dengan syirik dan tidak mungkin dapat digabungkan atau dicampuradukan antara keduanya. Artinya, semua agama selain Islam adalah agama batil yang harus ditinggalkan.
Kemudian firman Allah:
وَإِنَّا أَوْ إِيَّاكُمْ لَعَلَى هُدًى أَوْ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (سبأ: 24)
Makna zhahir ayat ini “…dan sesungguhnya kami atau kalian –wahai orang-orang musyrik- pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata”, QS. Saba’: 24.
Ayat ini bukan dalam pengertian untuk meragukan apakah Islam sebagai agama yang benar atau tidak, tapi untuk menyampaikan terhadap orang-orang musyrik bahwa antara kita dan mereka pasti salah satunya ada yang benar dan satu lainnya pasti sesat. Dan tentu hanya orang-orang yang menyembah Allah saja yang berada dalam kebenaran, sementara orang-orang musyrik yang menyekutukan Allah berada dalam kesesatan.
Bahkan menurut Abu ‘Ubaidah kata “aw” (أو) dalam ayat di atas dalam pengertian “wa” (و) yang berarti “dan”. Gaya bahasa semacam ini dalam ilmu bahasa Arab disebut dengan al-laff wa an-nasyr. Dengan demikian yang dimaksud ayat tersebut adalah “kami berada dalam kebenaran dan kalian -wahai orang-orang musyrik- dalam kesesatan yang nyata”. Demikianlah yang telah dijelaskan oleh pakar tafsir, Imam Abu Hayyan al-Andalusi dalam kitab tafsirnya, al-Bahr al-Muhith.
Dalam al-Qur’an Allah berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ (ءال عمران: 19)
“Sesungguhnya agama yang diridlai oleh Allah hanya agama Islam”, QS. Ali ‘Imran: 19.
Dalam ayat lain Allah berfirman:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (ءال عمرا: 85)
“Dan barang siapa mencari selain agama Islam maka tidak akan diterima darinya dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang merugi”. QS. Ali ‘Imran: 85.
Dengan demikian maka Islam adalah satu-satunya agama yang hak dan yang diridlai oleh Allah bagi para hamba-Nya. Allah memerintahkan kita untuk memeluk agama Islam ini. Maka satu-satunya agama yang disebut dengan agama samawi hanya satu, yaitu agama Islam. Tidak ada agama samawi selain agama Islam. Sementara makna Islam adalah tunduk dan turut terhadap apa yang dibawa oleh nabi dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
ISLAM AGAMA SELURUH NABI
Agama Islam adalah agama seluruh nabi. Dari mulai nabi dan rasul pertama, yaitu nabi Adam, yang sebagai ayah -moyang- bagi seluruh manusia, hingga nabi dan rasul terakhir yang sebagai pimpinan mereka dan makhluk Allah paling mulia, yaitu nabi Muhammad.
Demikian pula seluruh pengikut para nabi adalah orang-orang yang beragama Islam.
Orang yang beriman dan mengikuti nabi Musa pada masanya disebut dengan muslim Musawi.
Orang yang beriman dan mengikuti nabi ‘Isa pada masanya disebut dengan muslim ‘Isawi.
Demikian pula orang muslim yang beriman dan mengikuti nabi Muhammad dapat dikatakan sebagai muslim Muhammadi.
- Nabi Ibrahim seorang muslim dan datang dengan membawa agama Islam. Allah berfirman:
مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (ءال عمران: 67)
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang jauh dari syirik dan kufur dan seorang yang muslim. Dan sekali-kali dia bukanlah seorang yang musyrik”. (QS. Ali ‘Imran: 67)
- Nabi Sulaiman seorang muslim dan datang dengan membawa agama Islam. Allah berfirman:
إِنَّهُ مِنْ سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (30) أَلَّا تَعْلُوا عَلَيَّ وَأْتُونِي مُسْلِمِينَ (النمل: 31)
“Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman, dan sesungguhnya -isi-nya: Dengan menyebut nama Allah yang maha pemurah lagi maha penyayang, bahwa jangalah kalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang memeluk Islam”. (QS. An-Naml: 30-31).
- Nabi Yusuf seorang muslim dan datang dengan membawa agama Islam. Tentang doa nabi Yusuf. Allah berfirman:
تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ (يوسف: 101)
“Wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkan aku bersama orang-orang yang saleh”. (QS. Yusuf: 101)
- Nabi ‘Isa seorang muslim, juga orang-orang yang beriman kepadanya dan menjadi pengikut setianya, yaitu kaum Hawwariyyun, mereka semua adalah orang-orang Islam.
Allah berfirman:
فَلَمَّا أَحَسَّ عِيسَى مِنْهُمُ الْكُفْرَ قَالَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ آَمَنَّا بِاللَّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (ءال عمران: 52)
“Maka tatkala ‘Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Isra’il) berkatalah ia: Siapakah yang akan menjadi pembela-pembelaku untuk -menegakan agama- Allah. Para Hawwariyyun (sahabat-sahabat setia) menjawab: Kamilah pembela-pembela -agama- Allah. Kami beriman kepada Allah dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang muslim”. (QS. Ali ‘Imran: 52)
Dan masih banyak lagi ayat-ayat lainnya yang menunjukan bahwa agama semua nabi dan rasul adalah agama Islam dan bahwa mereka adalah orang-orang Islam.
Dengan demikian semua nabi datang dengan membawa agama Islam, tidak ada seorangpun dari mereka yang mambawa selain agama Islam.
Adapun perbedaan di antara para nabi adalah terletak dalam syari’at-syari’at yang mereka bawa saja.
Yaitu dalam aturan-aturan hukum praktis, seperti dalam tata cara ibadah, bersuci, hubungan antar manusia dan lainnya.
Tentang hal ini Allah berfirman:
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا (48)
“Dan untuk tiap-tiap umat di antara kamu (umat Muhammad dan umat-umat sebelumnya) Kami berikan aturan dan jalan yang terang”. (QS. Al-Ma’idah: 48). Dalam ayat ini Allah memberitahukan bahwa masing-masing umat mengikuti syari’atnya tersendiri. Allah tidak menyatakan bahwa masing-masing memiliki agama tersendiri. Lebih tegas lagi Rasulullah dalam hal ini bersabda:
الأنْبِيَاءُ إخْوَةٌ لِعَلاّتٍ دِيْنُهُمْ وَاحِدٌ وَأُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى (روَاه البُخَاري)
“Seluruh nabi bagaikan saudara seayah, agama mereka satu yaitu agama Islam, dan syari’at-syari’at mereka yang berbeda-beda”. (HR. al-Bukhari). Wallahu A'lam Bis-Shawaab.

TENTANG HAKIKAT DIRI DALAM SHALAT

Foto Abah Anom Syeikhmufasirin.
Syekh Ibnu Athaillah berkata, "Syekh Abu Al-Hasan Al-Syadzili r.a. Mengatakan, 'Keadaan dirimu bisa diukur melalui shalat. Jika engkau meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi maka kau bahagia. Tapi, jika tidak, tangisilah dirimu. Jika kaki ini masih sulit dilangkahkan menuju shalat, adakah orang yang tidak ingin berjumpa dengan Kekasihnya?!
Allah SWT berfirman, 'Shalat bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.' (QS. Al-Ankabut 29: 45). Maka, barangsiapa yang ingin mengenal hakikat dirinya di sisi Allah dan mengetahui keadaannya bersama Allah, perhatikanlah shalatnya. Apakah ia melakukan shalat dengan khusyuk dan tenang atau dengan lalai dan tergesa-gesa?
Jika engkau tidak menunaikan shalat dengan khusyuk dan tenang, sesalilah dirimu! Sebab, orang yang duduk dengan pemilik kesturi, ia akan dapatkan wanginya. Sementara, ketika shalat, sesungguhnya engkau duduk bersama Allah. Jika engkau ada bersama-Nya tetapi tidak mendapatkan apa-apa, berarti ada penyakit dalam dirimu, mungkin berupa sombong, ujub, atau kurang beradab.
Allah SWT berfirman, 'Akan Ku-palingkan dari ayat-ayat-Ku orang yang bersikap sombong di muka bumi dengan tidak benar.' (QS Al-A'raf 7: 146). Karena itu, setelah menunaikan shalat, janganlah terburu-buru pergi meninggalkan tempat shalat. Duduklah untuk berzikir mengingat Allah seraya meminta ampunan atas segala kekurangan. Bisa jadi shalatnya tidak layak diterima. Tapi, setelah berzikir dan beristigfar, shalatnya menjadi diterima. Rasulullah Saw. sendiri selepas shalat selalu membaca istigfar sebanyak tiga kali.'"
--Syekh Ibnu Atha'illah dalam Taj Al-'Arus

☆☆ KITAB: FAIDZUL QADIIR ☆☆

●● BELAJAR ILMU DENGAN BERGURU DAN BERSANAD DALAM ISLAM ●●
Berkata Imam Asy-Syafi’i ra.: 
“Orang yang belajar ilmu tanpa sanad guru bagaikan orang yang mengumpulkan kayu bakar digelapnya malam, 
Ia membawa pengikat kayu bakar yang terdapat padanya ular berbisa dan ia tidak mengetahuinya".
Berkata pula Imam Ats-Tsauri ra.: 
“Sanad adalah senjata orang mukmin, maka bila kau tak punya senjata maka dengan apa kau akan berperang..???”,
Berkata pula Imam Ibnul Mubarak: 
“Pelajar ilmu yang tak punya sanad bagaikan Menaiki atap namun tak punya tangganya, 
Sungguh telah Allah muliakan ummat ini dengan sanad.”.
(Faidhul Qadir juz 1 hal 433).

TASAWUF UNDERGROUND MENJAWAB TENTANG NUR MUHAMMAD

Foto Abah Anom Syeikhmufasirin.
TASAWUF UNDERGROUND MENJAWAB TENTANG NUR MUHAMMAD
Menanggapi perbedaan pendapat seputar Ruh dan Nur Muhammad, berikut ini kami jelaskan argumentasi berdasarkan nash. Tujuannya agar menjadi penguat pemahaman bagi salik untuk semakin mendalami ilmu tasawuf.
Istilah Nur Muhammad pada dasarnya sudah muncul dalam tafsir Ibnu Abbas “Tanwir Al-Miqbas”. Tepatnya pada surah An-Nur ayat 36 saat menjelaskan “Nur ‘ala nur”. [1] Sebagaimana kita ketahui Ibnu Abbas adalah sahabat Nabi SAW yang meninggal tahun 68 H dan “Tanwir Al-Miqbas” ini adalah karya monumentalnya karena menjadi satu-satunya karya Tafsir dari kalangan Sahabat.
Sebagai sahabat Nabi SAW, tentu saja beliau menjadi rujukan ulama yang hidup setelahnya, termasuk dalam peristilahan Nur Muhammad ini. Tapi, sebenarnya tidak hanya Ibnu Abbas saja Sahabat yang berbicara tentang Nur Muhammad karena Abu Darda’—sebagaimana dikutip Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dari Musnad Asy-Syamiyin karya Imam Ath-Thabrani [2] dalam kitabnya “Ta’jil Al-Manfa’ah”—juga menjelaskan Nur Muhammad saat menjelaskan Sibrah ibn Fatik Al-Asadi.[3] Artinya secara istilah Nur Muhammad sudah beredar di masa Sahabat dan bukan sebagai istilah baru yang dimunculkan ulama tasawuf.
Bahkan, ada 8 kitab tafsir—yakni An-Nukat wa Al-‘Uyun, Marah Labid, Tafsir Al-Munir (Wahbah Az-Zuhaily), Latha’if Al-Isyarat, Tafsir Ibnu Abdi As-Salam, Tafsir Al-Qurthubi, Tafsir Al-Lubab li Ibni Adil, dan Tafsir As-Siraj Al-Munir—yang mengutip riwayat dari Ibnu Abbas terkait dengan istilah Nur Muhammad. Teks riwayat ini merupakan bagian dari sabab nuzul-nya ayat ke-8 surah Ash-Shaff, sebagai berikut:
حكاه عطاء عن ابن عباس أن النبي صلى الله عليه وسلم أبطأ عليه الوحي أربعين يوماً، فقال كعب بن الأشرف يا معشر اليهود ابشروا فقد أطفأ الله نور محمد فيما كان ينزل عليه، وما كان الله ليتم أمره
Atha’ menceritakan dari Ibnu Abbas, “Sesungguhnya wahyu terlambat datang pada Nabi SAW selama 40 hari. Maka, Ka’b ibn Al-Asyraf berkata, ‘Wahai orang-orang Yahudi! Berikanlah kabar gembira bahwa Allah telah mematikan Nur Muhammad (Cahaya Muhammad) terkait wahyu yang Dia turunkan padanya. Dan, Allah tidak menyempurnakan perkaranya.’”[4]
Mendengar itu, Rasulullah SAW bersedih lalu turunlah ayat ke-8 dari surah Ash-Shaff yang artinya berdasarkan sabab nuzul di atas, “Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan Nur Muhammad meskipun orang-orang kafir membencinya.”
Memang di dalam hadis tidak disebutkan secara eksplisit tentang Nur Muhammad karena Nur Muhammad adalah penafsiran atau takwil yang dilakukan ulama tasawuf bersumber dari penafsiran para pendahulunya yang salah satunya adalah Ibnu Abbas di atas. Kenapa harus ditakwilkan? Sebab beberapa hadis sahih di bawah ini akan sulit dipahami bila tidak ditakwilkan dengan Nur Muhammad atau Ruh Muhammad.
Apalagi, dalam menakwilkannya pun ulama tasawuf tidak asal-asalan karena terbukti secara istilah, kata Nur Muhammad sudah ada dalam tafsir Ibnu Abbas. Berikut ini hadis-hadis yang mau tidak mau melahirkan takwil Nur Muhammad atau Ruh Muhammad,
كُنْتُ أَوَّلُ النَّبِيِّيْنَ فِي الْخَلْقِ وَآخِرُهُمْ فِي الْبَعْثِ
“Aku adalah nabi yang paling pertama dalam penciptaan dan paling akhir dalam pengutusan.”
Hadis di atas adalah ucapan Rasulullah SAW. Pertanyaannya, bagaimana kita tidak menakwilkan bahwa maksud dari hadis di atas yang diciptakan pertama dari Nabi Muhammad SAW adalah Nur atau Ruh beliau? Sedang kenyataannya jasad beliau baru ada belakangan atau sekitar 14 abad yang lalu. Justru akan fatal kesalahannya jika kita tidak menakwilkan hadis di atas dengan memahami secara literlek bahwa memang Nabi Muhammad SAW jasadnya diciptakan sebelum Adam. Ini akan melahirkan pertanyaan, selama kenabian 24 nabi itu jasad Muhammad SAW di mana? Lalu, siapa yang dilahirkan Aminah di Mekkah itu? Dan seterusnya, dan seterusnya.
Hadis di atas diriwayatkan oleh sekian banyak mukharrij al-hadits seperti Tamam dalam “Al-Fawa’id”, Ath-Thabrani dalam “Musnad Asy-Syamiyin”, Abu Nu’aim dalam “Ad-Dala’il, Ad-Dailami dalam “Al-Firdaus”, dan Ats-Tsa’alabi dalam tafsirnya. Tapi kemudian didhaifkan oleh Al-Albani karena kedhaifan seorang rawi bernama Sa’id ibn Bisyr. Anehnya, di dalam hadis-hadis lain, Al-Albani justru menghukumi sahih sekian banyak hadis dalam kitab Sunan meskipun di dalam sanadnya ada rawi yang bernama Sa’id ibn Bisyr. Itu artinya ada subyektivitas Al-Albani sebagai tokoh yang menyemboyankan, “Al-Mutashawwifah a’da’u as-sunnah (orang-orang tasawuf musuhnya sunah).”
Lupakan sejenak kesimpulan Al-Albani, yang jelas hadis di atas meskipun telah kuat dan diriwayatkan oleh banyak mukharrij al-hadits, tetapi masih memiliki syahid yang memperkuatnya lagi. Berikut ini adalah syahid terhadap hadis tersebut, 
كُنْتُ نَبِيًّا وَآدَمُ بَيْنَ الرُّوْحِ وَالْجَسَدِ
“Aku sudah menjadi nabi pada saat Adam masih antara ruh dan jasad.”
Hadis tersebut diriwayatkan dalam berbagai redaksi oleh Al-Bukhari dalam kitab “At-Tarikh”, Ahmad, Al-Baghawi, Ibn As-Sakan, Abu Nu’aim dan Al-Hakim. Adapun riwayat lengkapnya dalam “Al-Mustadrak ‘ala Shahihain” adalah sebagai berikut, 
حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْرِ الْفَقِيهُ، وَأَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ سَلَمَةَ الْعَنَزِيُّ، قَالَا ثنا عُثْمَانُ بْنُ سَعِيدٍ الدَّارِمِيُّ، وَمُحَمَّدُ بْنُ سِنَانٍ الْعَوَقِيُّ، ثنا إِبْرَاهِيمُ بْنُ طَهْمَانَ، عَنْ بُدَيْلِ بْنِ مَيْسَرَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ شَقِيقٍ، عَنْ مَيْسَرَةَ الْفَخْرِ، قَالَ قُلْتُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَتَى كُنْتُ نَبِيًّا؟ قَالَ وَآدَمُ بَيْنَ الرُّوحِ وَالْجَسَدِ.
Menurut Al-Hakim hadis ini diperkuat lagi dengan hadis berikut, 
مَتَى وَجَبَتْ لَكَ النُّبُوَّةُ؟ قَالَ بَيْنَ خَلْقِ آدَمَ وَنَفْخِ الرُّوحِ فِيهِ
“Kapan engkau mendapat mandat kenabian, (wahai Rasulullah)?” Beliau menjawab, “Saat antara (jasad) Adam diciptakan dan peniupan ruh ke dalamnya.” (HR. Al-Hakim)
Satu lagi, dalam kitabnya, “Dala’il An-Nubuwwah” Al-Baihaqi meriwayatkan Hadis Qudsi yang panjang yang di dalamnya disebutkan bahwa Allah SWT berkata kepada Nabi SAW, 
وَجَعَلْتُكَ أَوَّلَ النَّبِيِّيْنَ خَلْقًا وَآخِرُهُمْ مَبْعَثًا
“Dan telah Kuciptakan engkau sebagai nabi yang paling pertama dalam penciptaan dan paling akhir di antara mereka dalam pengutusan.” (HR. Al-Baihaqi)
Atas dasar hadis-hadis tersebut dan masih ada beberapa hadis lain yang senada, ulama tasawuf tidak gegabah dengan menafsirkan secara literlek lalu hadis menjadi tidak dapat dipahami dan tidak memiliki makna. Ulama tasawuf, saya kira telah selangkah lebih maju dari ulama ahli hadis, khususnya dalam melakukan penelitian terhadap hadis-hadis yang mengharuskan adanya penakwilan Nur Muhammad atau Ruh Muhammad ini.
Ulama tasawuf bukanlah ulama yang tidak melek terhadap hadis. Sungguh tidak sopan, diluar nalar dan tidak masuk akal jika sebagian orang mengatakan ulama tasawuf “semuanya” adalah orang-orang yang tidak mengerti hadis. Mereka tidak melakukan amal melainkan sesuai dengan hadis. Mereka tidak bertauhid kecuali atas petunjuk Rasulullah SAW. 
Lalu, apa alasan ulama tasawuf mengartikan “al-qalam” dalam hadis sahih ini, “Sesungguhnya yang paling pertama diciptakan Allah adalah Al-Qalam,” dengan Nur Muhammad atau Ruh Muhammad? Jawabannya tersirat dalam Hadis Marfu’ riwayat Ibnu Abbas di bawah ini
أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ الْحَافِظُ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا الْمُعْتَمِرُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ عَنْ مِقْسَمٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ خَلَقَهُ مِنْ هَجَا قَبْلَ الأَلْفِ وَاللاَّمِ فَتَصَوَّرَ قَلَمًا مِنْ نُورٍ فَقِيلَ لَهُ اجْرِ فِي اللَّوْحِ الْمَحْفُوظِ قَالَ يَا رَبِّ بِمَاذَا قَالَ بِمَا يَكُونُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ … هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الإِسْنَادِ وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ. (رواه الحاكم)
Atau dalam riwayat lain disebutkan dengan redaksi yang berbeda sebagai berikut, 
حدثنا أحمد بن علي بن العلاء وأبو بكر محمد بن محمود السراج قال حدثنا أبو الأشعث أحمد بن المقدام العجلي قال حدثنا المعتمر بن سليمان قال حدثنا عصمة أبو عاصم عن عطاء بن السائب عن مقسم عن ابن عباس قال إن أول ما خلق الله عز وجل القلم فخلقه عن هجاء فقال قلم فتصور قلما من نور ظله ما بين السماء والأرض فقال اجر في اللوح المحفوظ (رواه الآجري)
Para ulama tasawuf adalah Ahl Al-Basha’ir yang mampu menakwilkan hadis sesuai dengan tuntunan syariat sekaligus sesuai dengan ajaran hakikat. Wallahu A’lam.
Foot Note
[1] Ibnu Abbas, Tanwir Al-Miqbas, (Libanon: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, tt) Hal. 296. 
[2] Sulaiman ibn Ahmad Ath-Thabrani, Musnad Asy-Syamiyin, (Beirut: Muassasah Ar-Risalah, 1984) Jil. III, hal. 385. 
[3] Ibnu Hajar Al-Asqalani, Ta’jil Al-Manfa’ah Bizawa’id Rijal Al-‘imah Al-Arba’ah, (Beirut: Dar Al-Basya’ir, 1996) Jil. I, hal. 568. 
[4] Abu Al-Hasan Al-Mawardi Al-Bashri, An-Nukat wa Al-‘Uyun, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, tt) Jil. V, hal. 530.
Semoga bermanfaat!
SalamHalim Ambiya
Pendiri dan Admin Tasawuf Underground
(Naskah disajikan oleh Yusni Amru Ghazali, M,Ag, Research Fellow Tasawuf Underground)

EMPAT TINGKATAN MANUSIA

EMPAT TINGKATAN MANUSIA
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani qaddasallahu sirrahu mengatakan:
"Terdapat empat jenis manusia: Pertama, manusia yang tak berlidah dan tak berhati. Mereka adalah manusia biasa, bodoh, dan hina. Mereka ini tak pernah ingat kepada Allah. Tak ada kebaikan dalam diri mereka. Mereka ini bagai sekam yang tak berbobot jika Allah tak mengasihi mereka, membimbing hati mereka kepada keimanan pada-Nya.
Karena itu, waspadalah jangan menjadi seperti mereka. Ini adalah manusia-manusia sengsara dan dimurkai oleh Allah. Mereka adalah penghuni neraka. Mari berlindung kepada Allah dari mereka.
Hiasilah dirimu dengan makrifat. Jadilah guru kebenaran, pembimbing ke jalan agama, menjadi pemimpin dan penyeru agama. Ingatlah, kau harus mengajak mereka taat kepada Allah dan memperingatkan mereka akan dosa.
Kedua, manusia berlidah, tapi tak berhati. Mereka berkata bijak, tapi tak berbuat bijak. Mereka menyeru orang kepada Allah SWT, tapi mereka sendiri menjauh dari-Nya. Mereka jijik terhadap noda orang lain, tapi mereka sendiri tenggelam dalam lautan noda.
Karena itu, menjauhlah dari mereka agar kau tak terseret oleh manisnya lidah mereka, yang kelak api dosanya membakarmu, lalu kebusukan hatinya akan membinasakanmu.
Ketiga, manusia berhati tapi tak berlidah. Mereka adalah Mukmin yang telah diberkahi, diberi pengetahuan tentang noda-noda dirinya, dikaruniai hati yang mencerahkan, dan menyadari mudaratnya bergaul dengan manusia, kekejaman dan kekotoran lidah, dan meyakini bahwa keselamatan manusia ada pada sikap diam. Sebagaimana sabda Nabi, "Barangsiapa selalu diam, maka ia memperoleh keselamatan." (HR Ahmad dan At-Tirnidzi)
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya pengabdian kepada Allah terdiri dari sepuluh bagian, dan yang sembilan bagian dari itu adalah sikap diam."(HR Ibnu Abi Dunya)
Hunad Ibn As-Sari dalam kitab Az-Zuhud meriwayatkan hadis dari Abu Dzar Al-Ghifari, Rasulullah SAW bersabda, "Belumkah aku beritahukan pada kalian ihwal ibadah paling ringan dan enteng bagi badan? (ia adalah) diam dan berakhlak baik."
Mereka adalah para wali Allah, yang dalam rahasia-Nya tersembunyi, dilindungi, diberkahi dan dirahmati-Nya.
Karena itu, kau harus mencari, mendekati dan berguru kepada orang-orang mulia ini. Layanilah dan cintailah mereka.
Keempat, manusia yang berlidah dan berhati. Mereka adalah orang-orang yang diundang ke dunia gaib, yang dibalut pakaian kemuliaan, hal seperti yang disebut dalam Hadis, "Barangsiapa yang mengetahui dan bertindak sesuai pengetahuannya dan memberikannya kepada orang lain, maka dia akan diundang ke dunia gaib dan menjadi mulia." (HR An-Nasa'i)
Mereka ini adalah orang 'alim yang memiliki pengetahuan tentang Allah dan tanda-Nya. Hatinya menjadi penyimpan pengetahuan yang langka tentang-Nya, dan Dia menganugerahkan kepadanya rahasia-rahasia yang disembunyikan-Nya dari yang lain. Dia memilihnya, mendekatinya, membimbingnya, memperluas hatinya agar bisa menampung rahasia dan pengetahuan hingga menjadikanya pekerja di jalan-Nya, penyeru hamba-hamba-Nya kepada kebajikan, pengingat akan siksaan perbuatan-perbuatan keji dan menjadi hujjatullah di tengah mereka.
Mereka menjadi pemandu, pembimbing, perantara, seorang shiddiq dan saksi Al-Haqq, wakil para nabi, dan pilihan Allah.
Maka, orang semacam ini berada pada puncak tertinggi tingkatan manusia. Tak ada maqam di atas ini, kecuali maqam para nabi. Adalah kewajibanmu untuk mentaati mereka, dan jangan sekali-kali memusuhinya. Sungguh keselamatan terdapat pada ucapan dan kebersamaan dengan mereka.
-- Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Adb as-Suluk wa at-Tawasul ila Manazil al-Muluk

MIFTAHUS SUDUR

INTI DAFI DAN ISBAT
Dzikir Nafi dan Isbat ,dengan lain perkataan kalimat dzikir yg tidak mengakui semua Tuhan Tuhan dan menetapkan kepada ALLOH yg satu tunggal, adalah dzikir yang paling besar manfaatnya dan paling sangat berbekas bagi manusia ,yaitu kalimat : LAA ILAAHA ILALLOH , artinya tiada Tuhan selain Alloh.
Tuhan berkata dalam firmanNYA :
” Ketahuilah tentang Tuhan itu ,bahwa tidak ada Tuhan melainkan Alloh ”
Nabi Muhammad SAW bersabda :
” Yang paling utama apa yang aku ucapkan dan apa yang di ucapkan oleh Nabi - Nabi sebelumku, yaitu : ” LAA ILAAHA ILLALLOH ”
Kemudian Nabi berkata pula dalam hadist :
” Barangsiapa yang mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLOH dengan ikhlas pasti masuk syurga ”
Dalam hadist lain Junjungan kita juga bersabda :
” Bagi mereka yang mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLOH tidak usah takut akan kejahatan dalam kubur dan kejahatan pada waktu berkumpul di Padang Makhsyar.”
Kemudian Rosululloh SAW bersabda pula :
” Jika ada seseorang yang mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLOH secara benar, meskipun ia memiliki dosa sebesar bumi akan di ampuni Tuhan dosanya itu.”
Kalimat itu dinamakan “Kalimat Thoyyibah” yang dapat mensucikan orang yang mengucapkannya,dari syirik jali sebagaimana ia dapat membersihkan jiwa orang itu dari syirik khofi dan menjadikan orang itu orang ikhlas dan murni. Begitu juga kalimat ini dapat membuka hati manusia dari hijab yang selalu menghalangi kepada kebenaran , serta membersihkan jiwa orang itu dari segala kotoran dan sifat- sifat kebinatangan.
Kalimat LAA ILAAHA ILLALLOH itu mengkaruniai kasyaf bagi yang mengucapkan untuk selama-lamanya , disamping mengkaruniai sifat sidiq , ikhlas , ilmu laduni , rahasia-rahasia yang aneh dan akan di beri musyahadah bermacam macam alamat dari Tuhan.
Karunia yang demikian itu di peroleh , jika ucapan kalimat itu diambil dan di terima dari hati yang taqwa dan suci dari selain Alloh, bukan hanya dipetik dan di dengar saja dari mulut mulut orang awam .Kalimat Nafi-Isbat itu meskipun sepotong ayat yang pendek,tetapi maknanya sangat luas meliputi seluruh hati jika di ambil dengan butir- butir tauhid dari hati yang hidup ,butir- butir itu akan tumbuh. Berlainan dengan butir- butir yang tidak mencapai dan tidak hidup.
Rosululloh bersabda :
” Bahwasanya Alloh ta’ala itu mengharamkan api neraka menjilat orang yang berkata LAA ILAAHA ILLALLOH yang ditujukan hanya kepada Alloh semata mata. (HR.Bukhori-Muslim).
Dalam hadist lain :
“Orang sedang berdzikir seperti pohon yang rindang di tengah tengah pohon kering .”
Nabi berkata juga :
” Orang yang ingat kepada Alloh adalah laksana orang yang hidup di tengah- tengah orang yang mati .”
Dalam Al Quran Tuhan befirman :
” Barang siapa yang dibuka dadanya untuk islam , maka ia berada di tengah -tengah Nur Tuhannya. Neraka “wail” disediakan bagi orang yang hasad (keras) hatinya dan tidak berdzikir kepada Alloh , orang itu berada dalam kesesatan yang nyata .” (QS.Az Zumar-22)
Dalam Al Quran Tuhan berfirman :
” Dia lah Alloh yang mengutus Rosul NYA dengan petunjuk dan agama yang benar , untuk mengatasi seluruh agama itu kepada manusia , meskipun tidak disenangi oleh orang orang yang musyrik.” (QS.As Shaf-9)
Firman Alloh dalam Al Quran :
“Dialah Tuhan yang telah mengutus seorang Rosul diantara kalangan manusia yang tidak dapat membaca dan menulis.” yang maksudnya :
1.Agar menyampaikan keterangan-keterangan tanda-tanda kebesaran Alloh SWT
2. Membersihkan kotoran kotoran hati mereka (sifat mazmunah) ; dan
3. Agar pula diajarkan kepada mereka isi Kitab suci dan hikmahnya meskipun itu berada dalam keadaan sesat. (Qs.Al Jum’ah : 2 )
Pada tempat yang lain, Alloh berfirman kepada Nabi Muhammad.SAW.:
“ Katakanlah, bahwa inilah jalanku, serukan mereka kembali kepada Alloh dengan hati yang terang , katakanlah ikutilah aku dan orang yang sepaham dengan aku.” (QS.Yusuf : 108)
Oleh karena itu wahai saudara saudaraku semua, sadarlah kamu dan segera kembali minta ampun kepada Tuhanmu beserta rombongan (guru-guru) kerohanianmu. Tidak ada jalan lain yang lebih pendek dan tidak ada teman yang dapat menolongmu dalam alam ini, kecuali jalan Tuhan itu. Tidaklah kita datang kedunia yang kotor dan yang hina dina untuk tinggal selama- lamanya.
Kita datang kedunia tidak hanya untuk makan dan minum dan unutuk melepaskan hawa nafsu yang cemar ,sedang Nabimu menanti kedatanganmu ke alam Baqa’ dengan muram durja.
Nabi SAW bersabda:
”Duka cita karena umatku yang akhir jaman akan terpecah pecah menjadi 73 golongan ”.
Dari Abdullah bin Zaid,dari Abdullah bin Umar diterangkan bahwa Rosululloh SAW bersabda :
” Bani Israil akan pecah dalam 71 golongan, nasrani akan pecah dalam 72 golongan dan umatku akan pecah 73 golongan . Semuanya masuk kedalam neraka kecuali 1 golongan. Orang bertanya : ”siapakah golongan itu? Rosululloh SAW menjawab :” ialah yang seperjalanan dengan daku dan sahabatku.”
Alloh berfirman :
” Ada diantara umat yang kami jadikan itu mendapat petunjuk sepanjang yang haq dan oleh karena itu mereka berbuat adil.” (QS.AL A’raf : 181)
Tuhan berfirman pula :
” Aku tidak jadikan jin dan manusia itu, kecuali untuk menyembah daku “. (QS.Az Zuhriyat : 56)
Maksud ayat ini , manusia dan jin dijadikan agar mereka menyembah Tuhan. Penyembahan ini dinamakan ma’rifat dan ia dapat diperoleh hanya dengan terbuka hijab nafsunya dari cermin hati dengan segala kesuciannya .
Maka orang yang dikarunia demikan itu melihat keindahan perbendaharaan yang tersembunyi dalam rahasia lubuk hatinya seperti yang pernah difirmankan Alloh SWT, dalam sebuah hadist Qudsi :
“ AKU adalah perbendaharaan yang tersembunyi , AKU ingin di ketahui . AKU jadikan mahluk supaya AKU diketahui dan dikenal.”
Dari Hadist jelas bahwa Alloh menjadikan manusia untuk kepentingan makrifat , yaitu mengenal NYA dengan sebaik baiknya.
Makrifat ada 2 macam:
1. Ma’rifat sifat Alloh
2. Ma’rifat zat Alloh
Ma’ifat sifat merupakan keutamaan badan dalam 2 negara, yaitu dunia dan akhirat. Sedangkan makrifat Dzat merupakan keutamaan ruh yang suci di akhirat.
Tuhan berfirman :
” Bahwa manusia - manusia itu di hari kemudian akan melihat Tuhan.” ( QS.AL Qiyamah : 23 )
Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW selalu memperingatkan ( mentalqinkan) kalimat Thoyibah kepada sahabat - sahabatnya guna :
1. Membersihkan hatinya;
2. Membersihkan jiwanya;
3. Menyatakan hubungan dengan Tuhannya;
4. Mencapai kebahagian yang suci.
Sebuah hadist dari Ali bin Tholib K.W. berbunyi :
” Bahwa ia pernah mendengar Rosululloh SAW menceritakan bahwa Jibril mengatkan demikian : ” Belum pernah aku turun membawa kalimat yang lebih agung dari kalimat LAA ILAAHA ILLALLOH, karena dengan kalimat itu tegaklah langit dan bumi, gunung dan tumbuh-tumbuhan , laut dan daratan. Itulah kalimat ikhlas , kalimat islam, kalimat kemenangan, kalimat kedekatan dengan Tuhan, kalimat taqwa kalimah kemenangan, dan kalimat angkasa perkasa.”
Dalam hadist yang lain di sebut :
” Itulah kalimat Tauhid , kalimat ikhlas, kalimat taqwa, kalimat thoyibah, kalimat da’watul haq, kalimat urwatul wusqo, dan itulah kalimat tsama’ ‘ul jannah ( harga dan pembeli surga).”
Bersabda pula Nabi Muhammad SAW :
“Barang siapa memperbanyak dzikrulloh , ia terlepas dari munafiq.”

Dan Nabi SAW bersabda pula:

” Dzikrulloh itu adalah ciri iman, kemerdekaan, membebaskan diri dari munafiq, benteng pertahanan dari serangan syetan dan tameng dari panasnya api neraka.”
Tuhan berfirman :
“ Tidaklah kamu melihat Alloh mengadakan kalimat Thoyibah seperti menegakkan pohon thoyibah yang urat akarnya teguh dan cabangnya berkembang di langit, diberi (didatangi) makanan tiap waktu dengan izin Tuhannya. Demikian contoh yang di berikan Alloh kepada manusia agar mereka ingat.” ( QS.Ibrahim : 24 )
Penegakan ini Tuhan karuniakan kedalam hati hamba - hamba yang dicintai NYA dengan firman :
” Ditetapkan Alloh mereka yang beriman dengan kata - kata yang tetap dan tegak dalam kehidupan akhirat. Alloh menyesatkan orang orang yang dzalim dan ia berbuat sekehendaknya.”( QS.Ibrahim : 27)
Dengan fitrah ini hendaknya dijelaskan bahwa Alloh menegakkan tauhid yang urat tunggangnya terhujam di bumi yang ketujuh dan cabang cabangnya di langit arsy, kemudian ditaburkan bibit tauhid diatas tanah persemaian hati agar tumbuh dari dalam pohon tauhid yang urat tunggangnya di dalam angkasa rahasia dan berbuat tauhid untuk keridhoan Tuhan, sebagai tujuan amal sholeh, maka hiduplah hakikat insani yang dinamakan tiflul ma’ani (pengertian pengertian yang pelik).
Maka firman Tuhan :
“Kepadanya naik gubahan gubahan kata yang indah ,yakni LAA ILAAHA ILLALLOH,dan kepadanya terangkat amal yang sholeh. ”( QS.Al Fathir : 10 )
Dalam firman yang lain pula:
“Barang siapa yang ingin berjumpa dengan Tuhannya hendaklah ia beramal sholeh dan tidak menyekutukan Tuhannya itu dengan apapun juga dalam ibadat penyembahannya.” ( QS.Al Kahfi :110 )

BELAJAR MELEPAS PEMAHAMAN SYAREAT.............



BELAJAR MELEPAS PEMAHAMAN SYAREAT.............
Tidak ada seorangpun yang dapat masuk ke dalam RAHASIA ALLAH namun atas kehendak Allah swt seseorang DITARIK MASUK KEDALAM RAHASIANYA................
Ketika seseorang ditarik masuk kedalam RAHASIANYA maka tidak ada lagi RAHASIA karena sudah diketahui dan di lihatnya sendiri.........
Maka pada saat itulah tercapai pencapaian tertinggi dalam ILMU MA'RIFATTULLAH yaitu DIAM karena tidak ada lagi yang dipertanyakan dalam hal apapun...............semuanya sudah menjadi KETENTUANNYA yang menjadi RAHASIA bagi dirinya sendiri.
Berkata Abu Hurairah ra. Bahwa Rasulullah Saw bersabda : Allah Swt berfirman :
" Tanda pengenalan hamba-hamba-Ku di hatinya terhadap-Ku ialah dengan menyangka baik terhadap qadar-Ku, tiadalah dikeluh-kesahkannya hukum-hukum-Ku, tiadalah dirasakannya lambat kurnia-Ku dan senantiasa malu berbuat maksiat.” [HR. Dailami]
Namun.........
Beberapa orang akan menerima AMANAH dan menjadi ULAMABILLAH .......Mereka inilah yang BOLEH menyampaikan kembali ILMU MA'RIFATTULLAH yang RAHASIA DAN DIRAHASIAKAN sebagaimana yang disampaikan oleh RASULULLAH SAW :
” Sesungguhnya ada sebagian ilmu yang diibaratkan permata yang terpendam,tidak dapat mengetahuinya kecuali Ulama Billah, Apabila mereka mengungkapkan ilmu tersebut maka tidak seorangpun yang membantahnya kecuali orang – orang yang tidak paham tentang Allah “ ( Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi RA )
Ketika seseorang ditarik masuk kedalam RAHASIANYA maka ALLAH SWT akan memperlihatkan PROSES PENCIPTAAN ALAM SEMESTA dan PROSES PENCIPTAAN DIRINYA SENDIRI sebagaimana firman Allah swt dalam Alquran surat Al Kahfi 51 :
“..Aku tidak menghadirkan mereka ( Iblis dan anak cucunya ) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak pula penciptaan diri mereka sendiri,dan tidaklah aku mengambil orang-orang yang menyesatkan itu sebagai penolong.."
Peristiwa penyaksian ini TIDAK DAPAT DITERIMA dalam ILMU SYAREAT karena DITAFSIRKAN hanya berlaku untuk para nabi dan Rasul......
Dan hanya ORANG IDIOT saja yang menafsirkan diperlihatkan PROSES PENCIPTAAN DIRINYA SENDIRI seperti melihat Ibu dan Bapaknya lagi bikin anak..........yang kemudian menjadi dirinya sendiri.
Jadi......

ILMU SYAREAT itu MENAFSIRKAN APA YANG TERTULIS DALAM ALQURAN DAN HADIST ............sedangkan ILMU MA'RIFATTULLAH itu PEMBUKTIAN melalui PENYAKSIAN YANG SEBENAR BENARNYA DARI APA YANG TERTULIS dan YANG TIDAK TERTULIS DALAM ALQURAN DAN HADIST .............